Darti hari ke-1 karakteristik anak

Tantangan Menulis di Blog 

Hari 1

Permainan Tradisional Betawi


                                                                      BAGIAN I

KARAKTERISTIK ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Penting sekali bagi orang tua, guru dan pengambil keputusan mengetahui tentang karakteristik anak usia sekolah dasar. Namun sebelum mengetahui karakteristik anak usia sekolah dasar maka ada baiknya kita mengetahui perkembangan anak. Karena dengan mengetahui tahapan ini maka akan menjadi dasar bagi seseorang untuk membuat suatu keputusan dan kebijakan. Pada kesempatan kali ini penulis akan mengemukakan mengapa anak usia sekolah senang sekali bergerak aktif dan melakukan berbagai aktivitas khususnya bermain.

Anak usia sekolah dasar senang sekali bermain baik bermain menggunakan alat maupun tanpa alat. Diberbagai tempat seperti di rumah, di sekolah, di jalan anak-anak dijumpai sedang bermain. Bahkan pemerintah DKI Jakarta pada saat ini membuat fasilitas umum khusus untuk bermain dan kegiatan edukasi untuk lingkungan sekitar.

Pemerintah beberapa tahun terakhir dengan mengandeng perusahaan swasta membuat RPTRA. RPTRA (ruang publik terpadu ramah anak) adalah suatu tempat yang holistik untuk memberikan fasilitas kepada  anak untuk melakukan berbagai aktifitas. Di RPTRA anak dapat bermain, melakukan aktifitas olahraga, menari, bernyanyi bahkan membaca. Tentu hal ini adalah perkembangan yang sangat positif bagi dunia anak.

Mengapa bermain sangat penting? Karena sebagian aktivitas masa kanak-kanak adalah bermain. Anak belajar melalui kegiatan bermain, maka dari itu kita sebagai orang dewasa harus memberikan permainan yang mendidik. Permainan yang mengedukasi anak agar yang dilakukan menjadi arena untuk belajar.

Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain anak dapat belajar dan memperoleh pengetahuan. Seorang anak memperoleh pengetahuan dengan cara melihat, mendengar, meraba, menghidu, merasakan dalam kegiatan bermainnya sehingga membuat sel-sel otaknya berkembang dan karena itulah anak menjadi cerdas. Melalui bermain anak belajar berbagai hal. Terutama belajar mengenai bersosialisasi dan nilai kebajikan seperti jujur, tolong menolong, toleransi, tanggung jawab, mandiri, empati, percaya diri, simpati, menghargai diri sendiri dan orang lain.

Sebuah permainan juga akan dapat mengembangkan fisik motorik anak. Dengan bermain perkembangan fisik anak akan terstimulasi. Seperti kemampuan berjalan, berlari, keseimbangan, menendang, menangkap dan melempar bola. Bermain juga mengembangkan kemampuan taktil dari jari tangan anak yang mungil. Dalam permainan membuat playdough, bermain pasir dan air dapat menguatkan jari-jari anak dan kelak menjadi dasar anak untuk memiliki kemapuan menulis.

Melalui bermain juga dapat meningkatkan rasa estetis. Anak dapat bermain warna dengan mencampur beberapa warna, dapat mewarnai, dapat menggambar dan melukis. Sambil bergerak anak biasanya juga senang bernyanyi. Keterampilan yang dituangkan dalam bentuk karya bila dikembangkan maka perasaan estetis akan muncul, anak akan menghargai karya orang lain  dan tidak tertutup kemungkinan kelak ia menjadi seniman.

Para tokoh mengutarakan pendapatnya mengenai bermain (Muriah & wardan: 2018). Pendapat mereka mengenai hal ini adalah :

1. Aristoteles berpendapat bahwa perkembangan anak terbagi menjadi 3 fase. Fase tersebut adalah:

a) Fase I (usia 0-7 tahun) disebut sebagai fase anak kecil yang memiliki kegiatan hanya bermain.

b) Fase 2 (usia 7-14 tahun) disebut sebagai fase sekolah, pada fase ini anak mulai sekolah dan belajar di sekolah.

c) Fase 3 (usia 14-21 tahun) disebut masa pubertas. Masa ini adalah masa peralihan antara anak-anak menjadi dewasa.

Aristoteles membagi rentang kehidupan anak menjadi 3 fase, fase pertama ia mengatakan bahwa pada usia 0-7 tahun pekerjaan anak hanyalah bermain. Aristoteles menyatakan bahwa anak pada 7 tahun pertama pekerjaan utamanya adalah bermain. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya banyak lembaga yang didirikan oleh swasta atau pemerintah untuk menstimulasi anak melalui bermain. Anak-anak usia 0-6 tahun difasilitasi dengan adanya pendidikan anak usia dini seperti Taman kanak-kanak, Kelompok bermain dan club.

2. Kohnstamm

Kohnstamm membagi rentang masa perkembangan anak menjadi 5 periode, yaitu:

a) Periode Vital, usia 0-1 tahun, disebut sebagai masa menyusu.

b) Periode Estetis, usia 1-6 tahun yaitu masa percobaan dan bermain.

c) Periode Intelektual, usia 6-12 tahun yaitu masa sekolah.

d) Periode Sosial, usia 12-21 tahun yaitu masa pemuda dan adolacence.

e) Periode Manusia matang, usia 21 tahun ke atas disebut juga masa dewasa.

Kohnstamm berpendapat bahwa pada masa estetis anak usia 1-6 tahun adalah anak suka dengan mencoba-coba dan  bermain. Dalam usia ini anak senang melakukan percobaan benar salah dan bermain-main dengan apapun. Terkadang apabila tidak ada alat untuk bermain maka anggota tubuhnyapun dapat digunakan untuk bermain.

3. Charlotte Buhler

Berpendapat masa perkembangan anak dan pemuda menjadi  5 masa, yaitu :

a) Masa pertama, usia 0-1 tahun anak berlatih mengenal lingkungan sekitar dengan berbagai macam gerakan. Pada masa ini anak belajar berjalan dan berbicara.

b) Masa kedua, usia 2-4 tahun  anak mengenal dunia dengan cara bermain.

c) Masa ketiga, usia 4-8 tahun keinginan anak bermain berkembang menjadi semangat bekerja dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

d) Mas keempat, usia 9-14 anak ingin maju dan berkembang, ingin menjadi yang terbaik.

e) Masa kelima, usia 14-19 tahun anak memasuki masa pubertas dan awal dari remaja.

Buhler menyebutkan bahwa anak mulai menyukai permainan usia 2-4 tahun dan terus berkembang diusia 4-9 tahun. Anak-anak usia 2-4 tahun bermain dengan sederhana namun apabila 4-9 tahun maka anak-anak bermain dengan lebih komplek misalnya dari segi alat maupun peraturannya. 

Tokoh di atas menyebutkan bahwa bermain merupakan salah satu tahapan terpenting yang dilalui oleh seorang individu. Pada masa kanak-kanak maka tahapan tersebut tidak akan bisa di ulang kembali. Maka dari itu sebagai orang dewasa sangat perlu untuk memberikan kesempatan dan memberikan fasilitas agar anak dapat tumbuh dan berkembang maksimal.

Bermain merupakan cara belajar anak. Melalui bermain ia akan dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk, mengetahui hal yang pantas dan tak pantas, mengetahui nilai kesopanan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerjasama, komunikasi, mengetahui sebuah aturan dan sebagainya.

Beberapa tokoh pendidikan memberikan arti yang lebih luas mengenai bermain. James Sully dalam Tedjasaputra (2001) mengatakan bahwa tertawa merupakan kegiatan bermain, tertawa merupakan aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok teman, dalam bermain ditandai dengan rasa senagng yaitu tertawa. Tertawa adalah permainan yang sangat sederhana. Tertawa adalah cara bermain yang tidak membutuhkan alat apapun. Dengan tertawa maka seorang individu dapat dikatakan bahwa ia telah bermain.

Sukintaka (1998) mengatakan bahwa bermain adalah merupakan aktivitas jasmaniyang dilakukan dengan  sukarela dan sungguh-sungguh untuk memperoleh rasa senang dari melakukan aktivitas tersebut. Sukintaka dalam hal ini memberika pernyataan bahwa sebuah permainan ini merupakan kegiatan fisik  yang melibatkan jasmani. Kegiatan fisik yang dimaksud adalah Melihat, meraba, menghidu, berjalan, berlari, melompat, merangkak, berguling, memukul dan lain sebagainya. Permainan juga harus dilakukan tampa paksaan dari fihak manapun. Permainan ini harus dilakukan bersungguh-sungguh dan pemainnya merasakan kesenangan.

Menurut Hurlock (1978) bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan ,tanpa mempertimbangkan hasil akhir dari permainan tersebut. Permainan dilakukan secara suka rela dan tanpa paksaan. Hurlock dalam hal ini memberikan penekanan bahwa sebuah permainan tidak harus ada hasil akhir menang kalah. Permainan tersebut harus membuat senang.

Sedangkan tahapan bermain menurut  Mildred Parten dalam Tedjasaputra (2001) memiliki 6 tahap, yaitu :

1. Unoccupied play, yaitu anak dalam hal ini tidak terlibat dalam suatu permainan namun ia hanya mengamati permainan dari orang lain. Contohnya naik turun tangga, berkeliling, berputar-putar, mengikuti gerakan orang lain.

2.    Solitary play, yaitu bermain sendiri yang bersifat egosentris artinya bermain sendiri tanpa mempedulikan kehadiran orang lain disekitarnya dan tidak ada interaksi sosial.Contoh seorang anak bermain mobil-mobilan dan anak lain bermain botol.diantara mereka tidak ada interaksi.

3.    Onlooker play, yaitu anak hanya melihat, mendengar ,dan menggamati anak lain bermain tapi ia ingin ikut bermain.

4. Paralel play, yaitu anak-anak bermain secara berdampingan namun belum ada interaksi. Contoh Ani bermain boneka, Anita bermain masak-masakan. Mereka bermain bersama tapi tidak terjadi interaksi sosial.

5. Assosiative play, yaitu bermain dengan adanya kegiatan bersama di tempat, waktu, jenis permainan yang sama namun tidak ada kolaborasi atau kerjasama namun mereka berinteraksi. Contoh Ani dan Anita bermain masak-masakan, maka ani bisa saja meminjam pisau Anita atau sebaliknya.

6. Cooperative play, yaitu dua anak atau lebih bermain Bersama, waktu, jenis dan tempat permainan yang sama dan terjadi interaksi serta dapat pula berbagi peran dan memiliki aturan serta tujuan.

Dalam tahapan bermain yang dikemukakan oleh Paten, dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahapan Unoccupied play, Solitary play dan Onlooker play dapat dikelompokkan menjadi nonsosial play karena kurang interaksi sesame anak. Sedangkan Paralel play, Assosiative play dan Cooperative play disebut dengan social play karena terjadi interaksi. Semakin tahapannya tinggi maka semakin ada interaksi social, bahkan ada aturan dan tujuan bersama. Pada anak usia Sekolah dasar pada umumnya sudah memasuki tahap ke enam dalam tahapan Parten.

                       

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Darti Isyanti/Hari ke-2 : Produktif diusia senja

Darti Isyanti/ke- 6 : Teknik menulis untuk situs portal berita

Darti Isyanti, ke 23/ Merdeka menulis Omjay